DHAZ
KORUN
Karya: RATU AULYA RAHMAH
Terik matahari begitu menyengat.Rasa
haus pun menyerang tenggorokan.Aku segera membuka tas punggungku lalu mengambil
sebotol air mineral.Saat hendak kuteguk,aku terkejut melihat seseorang yang
sedang terengah-engah,karena merasa iba aku pun memberinya botol minumku.
“Hai” sapaku, sambil menyodorkan botol
minumku padanya.”Ini minum saja,nggak apa-apa kok !” lanjutku meyakinkan
dirinya.Segera ia mengambil botol minumku lalu meneguknya.Tak butuh waktu
lama,air di botolku habis dalam beberapa detik.
“Terima kasih ya” katanya sambil
mengembalikan botol minumku.Lalu,kubalas dengan senyuman sambil
berkata,”Sama-sama”.Aku pun kembali menyimpan botol minumku di tas
punggungku.Setelah itu,aku terlibat dalam obrolan yang cukup panjang dengan
orang yang mengaku bernama Desyca itu.
Sejak saat itu,aku selalu bertemu
dengan Desyca.Walaupun kita berbeda agama,kita tetap saling menghargai.Desyca
selalu mengingatkanku untuk ke Gereja setiap Minggu-nya,begitupun sebaliknya
aku selalu mengingatkan Desyca untuk melaksanakan shalat 5 waktunya.
“Sia besok kamu mau nggak kerumahku?” Tanya
Desyca padaku.”Ayok aku mau banget kerumahmu.” Balasku.
Esoknya,setelah pulang sekolah aku segera
mengganti bajuku,lalu mandi,kupilih baju bermotif polkadot serta celana kulot
berwarna biru polos.”Mau kemana nih?” Tanya mamaku.”Mau pergi kerumah temen
ma!” kataku.Aku pun segera berpamitan pada mama ku,lalu berangkat ke rumah
Desyca menggunakan sepeda kesayanganku.
“Desyca! Desyca!” teriak ku di depan rumah
besar.Tak lama kemudian,ayah Desyca muncul dan menyapaku “Halo nak! Ayo
masuk!”.Ayah Desyca segera beranjak pergi dari hadapanku.Tak lama,Desyca pun
muncul dengan wajah yang sangat riang.Kami pun bermain bersama,kami membuat kue
coklat ala kami sendiri,bermain sepeda-sepedaan,dan bercerita bersama.
Waktu shalat Ashar pun telah tiba,aku
segera menyuruh Desyca melaksanakan shalat,akan tetapi ia tidak beranjak dari
tempatnya bermain game.Karena kesal,aku segera menyirami Desyca dengan air,ia
pun sadar,aku kira Desyca akan marah padaku,tetapi tidak.Dia tidak marah
padaku,ia malah tertawa melihatku,”Siap bosku.” Kata Desyca sembari pergi
mengambil air wudhu.
Setelah Desyca shalat,aku melanjutkan
permainanku dengan Desyca.Namun,aku merasa lapar,Desyca pun memberiku sebungkus
roti untuk kumakan.Kulirik jam tanganku,rupanya waktu telah menunjukkan pukul
16:47,aku pun pamit pada Desyca untuk pulang,karena waktu sore hampir habis.”Dhaz
korun Desyca!” teriakku dari kejauhan.Di perjalanan pulang,aku merasa sangat
bahagia,aku sangat senang bisa bermain bersama Desyca sepanjang hari.
Akan tetapi,suatu kejadian menimpa
Desyca.Saat sedang bermain bersama Desyca di halaman rumahku,Desyca tiba-tiba
merasakan nyeri pada kepalanya.Esoknya pun ia mual dan muntah,aku merasa
kasihan pada Desyca,aku pun pergi menjenguknya.Desyca sangat lemas dan
pucat,aku sampai ingin menangis melihatnya terbaring lemas.”Om,Desyca udah di
bawa kedokter belum?” tanyaku.”Belum nak,om belum sempat karena banyak
pekerjaan.” Kata ayah Desyca sedih.
Beberapa hari setelah aku menjenguk
Desyca,Desyca pun pergi berobat ke dokter.Aku pun turut mengantar Desyca pergi
ke dokter.Betapa sedihnya diriku dan kedua orangtua Desyca mendengar kabar
bahwa Desyca mengidap penyakit kanker otak.Sejak itu Desyca pun dirawat di
rumah sakit,setiap hari aku pergi menjenguknya ke rumah sakit.
Keadaan Desyca semakin parah,aku tak bisa
membendung air mataku melihat sahabatku terbaring lemah dan tak
berdaya,lama-kelamaan rambut Desyca pun mulai rontok akibat kemoterapi.Aku
selalu menguatkan sahabatku agar bisa bertahan melawan penyakitnya,”Desyca kamu
harus kuat ya,kalo kamu pergi aku jadi nggak punya teman,pokoknya kalo kamu
udah sembuh aku bakalan beliin kamu game kesukaanmu.” Kataku lirih.
Hari demi hari kulewati dengan perasaan
sedih.Sudah dua minggu Desyca di rawat di rumah sakit.Aku terus berdoa pada
Tuhan agar Desyca diberi kesembuhan.Dan ternyata, Tuhan mengabulkan doaku.Aku
sangat senang karena sahabat baikku telah pulih kembali,uangku pun sudah cukup
untuk membelikan Desyca game kesukaannya.Dia sudah bisa tertawa lepas dan
tersenyum riang.
Aku sangat bersyukur sahabatku satu-satunya
tidak mendekam di rumah sakit lagi,tak ada lagi wajah murung dan air mata di
pipinya.Aku pun kembali riang dan bersemangat.Aku kembali bermain bersama
Desyca,memasak,main sepeda,dan bercerita.Rambut Desyca pun sudah kembali
seperti semula.
Aku sangat berharap aku bisa bersahabat
dengan Desyca selama-lamanya.Akan tetapi,Tuhan berkehendak lain.Kanker yang
lebih kuat dari sebelumnya menyerang Desyca.Senyum dan tawa riang Desyca hilang
begitu saja.”Sia kok kamu sedih sih? Bentar lagi aku bakal sembuh kok,rasa
sakitku akan hilang.Kalo aku sembuh,kamu janji ya kita main game bareng,kamu
harus cobain main game yang kamu kasih ke aku,seru banget!!” kata Desyca sambil
tersenyum menahan rasa sakitnya.Aku tetap melanjutkan tangisku,kupeluk
erat-erat sahabatku itu seraya berkata,”Iya aku janji,kita bakal main game
bareng.Tapi kamu jangan ninggalin aku ya?”.Desyca hanya tersenyum.Lalu,aku
melirik jam tanganku,”Sudah pukul 15:32” batinku.Aku pun pamit pulang pada
Desyca dan kedua orang tua Desyca.
Hari – hari berlalu,Desyca tak kunjung
pulih,kini ia hanya bisa memejamkan matanya sambil terbaring lemah,ia sudah tak
bisa bicara dan tersenyum lagi.Saat aku sedang berdoa pada Tuhan,kulihat Desyca
sudah bisa membuka matanya,dengan perasaan bahagia aku segera pergi ke sebelah
kasurnya,aku pun memanggil ayah dan ibu Desyca,”Om,tante! Desyca udah
siuman!”.Kedua orangtua Desyca pun segera mengahmpiri Desyca.
“Bu,ayah Desyca minta maaf ya,kalo Desyca
punya salah.Sia,kamu teman terbaikku,kamu jangan lupain aku selama-lamanya ya!”
ucap Desyca menahan rasa sakit.”Dhaz korun my best friend!” lanjutnya sambil
tersenyum.Aku sangat terkejut,mendengar kata-kata yang dilontarkan Desyca,aku
takut Desyca akan benar-benar pergi meninggalkanku,dan ternyata dugaanku
benar.Desyca menghembuskan nafas terakhirnya tak lama setelah ia mengucapkan
salam perpisahan.
Aku tak bisa membendung air mataku,aku
menangis sepanjang hari.”Desyca,sakitmu udah nggak ada kan? Kamu udah tenang
kan disana?Dhaz korun my best partner!” Semoga Desyca mendengar salam
perpisahanku untuknya.Dhaz korun!
No comments:
Post a Comment